Minggu, 23 Juli 2017

LIFE : COOPERATION or COMPETITION



Tulisan seperti ini mungkin sudah banyak yang membahasnya, tapi saya betul-betul masih mau membahasnya. Maafkan yaa,,,
Bulan Juni lalu kedua anak saya menerima Report Book dari sekolahnya Al Azhar Syifa Budi Parahyangan. Melihat keduanya dapat nilai-nilai yg alhamdulillah bagus sementara tidak tercantum info ttg rangking, saya tergoda bertanya ke salahsatu gurunya. “Anak saya ranking berapa, Bunda?”. “Kenapa bunda?”,jawabnya. (Weleh, salah apa ane gan, batin saya.) “Anda sangat suka sekali berkompetisi. Di level ananda, tidak ada rangking-rangkingan bunda. Tidak ada kompetisi. Kami mengajari mereka tentang cooperation alias kerjasama. Mereka harus bisa bekerja dalam team work dan mereka harus bisa cepat bersosialisasi dan beradaptasi. Mereka harus punya banyak teman.  Hanya saja untuk tiap kenaikan kelas, dari tiga kelas tiap grade kami menyaring satu kelas untuk melanjutkan ke grade berikutnya dengan prestasi minat bakat yang menonjol.
Sedih ya, saya jadi ingat kegiatan di kantor, jarang ada yang namanya ”How can I help you”, seperti jegal-jegalan, seperti berkata “Coba kalau tidak ada saya?” Sehingga terlihat dengan jelas bagaimana strata penghasilan berbagai pekerjaan dan berbagai pekerjaan yang tidak dihargai. Terlihat jelas bagaimana cara orang menghargai seorang pimpinan dengan menghargai seorang office boy di kantor. Ataupun dengan mendengar orangtua yang memarahi anaknya ketika anaknya malas belajar dengan mengatakan “Kamu mau jadi apa nanti? Apa cukup dengan tidak mempunyai ijazah kamu menjadi seorang office boy?” Padahal di negeri ini, seorang office boy saja minimal sudah harus tamatan sekolah menengah atas. (seakan-akan sekolah itu menjadi sesuatu yang formalitas ya). Seandainya semua orang boleh mencari penghidupan sesuai passionnya, sehingga semua bidang kehidupan sangat berkembang maju karena diisi orang2 yang bekerja dengan gairah dan bisa saling menghargai satu sama lain, sehingga terciptalah suatu kondisi yang sangat kondusif di lingkungan kerja.
Pendidikan di negeri saya sangat kompetitif. Banyak orangtua yg narsis memajang prestasi anak-anaknya di sosmed. Tanpa disadari sebagian dari mereka nanti akan tumbuh menjadi orang-orang yang terlalu suka berkompetisi dan lupa bekerjasama. Kiri kanannya dianggap saingan dan dirinya harus menjadi yang terbaik. Mending kalo dia mengembangkan dirinya supaya menang persaingan, yang ada kadang mereka menunjukkan baiknya dirinya dengan cara menungkapkan jeleknya orang lain. Kalo bukan kita siapa lagi, begitu jargonnya…, betapa arogannya, seakan-akan yang lain tidak mampu dan hanya dia yang mampu. Sakit mentalnya….Bapaknya yang berkesempatan sekolah di sekolah-sekolah yang konon terbaik di tanah air sebenarnya juga pernah kena sindrom yang sama. Bagaimana tidak? Setiap hari dicekoki bahwa anda putra terbaik bangsa, calon pemimpin masa depan dll selama bertahun-tahun. Semua dimulai dari sekolah, dari rumah. Belajar di manapun adalah tempat mengajari anak-anak kita tentang kerjasama, bukan kompetisi. Anak-anak harus bisa bekerjasama dengan teman-temannya. Belajar untuk beradaptasi, bersosialisasi dengan berbagai keadaan yang dihadapinya. Belajar bukan untuk bersaing dan menjadikan teman sebagai musuh atau lawan. Tapi belajar untuk menghimpun kekuatan antara satu dengan yang lainnya, membangun harmoni dalam tiap perbedaan. Belajar itu, sungguh lebih penting untuk mengajari anak-anak kita agar mampu mengungkapkan isi pikiran dalam bahasa yang terstruktur dan sistematis. Bahasa yang bisa dimengerti banyak orang dalam arti yang sama. Belajar untuk menyamakan logika dalam setiap kalimat yang mereka ucapkan.
Entah kapan semua orang sadar bahwa hidup bukan melulu soal menang dan kalah, tapi tentang membangun kerja sama.
COOPERATION WORK FOR HUMANS, NOT COMPETITION.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar